Sabtu, 06 November 2010

Iklan dan penerapan etika dalam berbisnis

sumber : http://satrioprastiaekamukti.wordpress.com/2010/01/05/iklan-dan-penerapan-etika-dalam-berbisnis/

iklan ialah bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan suatu produk sehingga mengubah pikiran konsumen untuk melakukan pembelian. Tujuan iklan adalah suatu strategi pemasaran untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen. Citra negatif iklan terhadap bisnis adalah kegiatan tipu menipu yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntuungan tanpa memperhatikan norma dan nilai moral. Contohnya adalah XL yang meluncurkan paket priority 150 atau 300. 2.1 Fungsi iklan : a. Iklan sebagai pemberi informasi tentang produk yang ditawarkan di pasar. Yang ditekankan disini adalah iklan berfungsi membeberkan dan mengambarkan seluruh kenyataan yang serinci mungkin tentang suatu produk. Konsumen lebih tahu tentang produk, kegunaan, kelebihanya dan kemudahanya. Jika iklan tidak memberikan informasi yang sebenar – benarnya maka akan merugikan perusahaan itu sendiri. Disinilah letak tanggung jawab moral baik bintang iklan, perusahaan iklan maupun produsen. Misalnya : iklan perbankan, obat – obatan. b. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum. Dalam hal ini fungsi iklan mrip sebagai propaganda politik yang berusaha mempengaruhi massa pemilih. Model iklan yang ditampilkan biasanya persuasif, manipulatif, tedensius. Selama tidak ada penelitian tandingan yang independen dan objektif, produsen biro iklan jenis ini masih bisa merasa aman. Misalnya : iklan sabun, shampo, oli dan pasta gigi. 2.2 Beberapa persoalan etis a) Pola konsumsi manusia modern sesunguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk kepada pada kemauan iklan, khususnya iklan manipulatif dan persuasif yang tidak rasional. Sejak kecil konsumen terpukau oleh iklan yamg mempengaruhinya untuk membeli apa yang diiklankan, entah dengan memaksa orang tuanya, memaksa suami atau istri, atau dengan tindakan jahat seperti mencuri dan membunuh ibu kandung untuk membeli honda bebek. b) Menciptakan manusia modern menjadi konsumtif. c) Iklan dapat membentuk atau menciptakan identitas atau citra diri manusia. d) Iklan mengrongrong rasa keadilan masyrakat, iklan yang menampilkan serba mewah sangat bertentangan dengan kenyataan sosial yang ada. 2.3 Makna etis menipu dalam iklan Iklan pembentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah perusahaan ditengah masyarakat. Iklan yang membuat pernyataan yang salah atau tidak benar oleh pembuat iklan dan produsen barang tersebut, dengan maksud memperdaya atau mengecoh konsumen adalah bentuk sebuah tipuan dan arena itu dinilai sebagai iklan yangtidak etis dan etika. Menurut kant, menipu adalah memberi pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud memperdaya orang lain diantaranya : • Pernyataan yang sengaja dengan maksud memperdaya orang lain. • Pernyataan yang salah itu berkaitan dengan janji pihak yang dituju untuk mengatakan apa adanya. • Pernyataan salah itu diberikan kepada orang yang berhak mengetahui kebenaran.

Rabu, 03 November 2010

5R Budaya kerja jepang

sumber : http://logisticology.com/knowledge/5r-budaya-kerja-jepang

5R dikenal sebagai salah satu budaya kerja dari negara Jepang yang sudah melegenda. 5R berasal dari 5 kata dalam bahasa Jepang, yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke. Kelima kata itu kemudian diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia untuk diadposi cara kerjanya dan digunakan sebagai salah satu budaya kerja di banyak perusahaan besar di dunia. Dalam bahasa Indonesia, 5S itu diterjemahkan sebagai 5R, Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin. Banyak perusahaan sudah mengadopsi budaya kerja 5R ini. Secara tidak disadari, 5R akan membentuk suatu budaya kerja yang sangat bermanfaat. Bahkan 5R mampu digunakan sabagai salah satu tools untuk meningkatkan laba perusahaan. Bagaimanakah 5R tersebut dapat bekerja sebagai salah satu tools peningkatan laba perusahaan? Mari kita lihat.

Seperti yang telah disebutkan diatas, 5R terdiri dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin. Kelima kata tersebut merupakan suatu rangkain urutan dalam membangun budaya kerja.

Ringkas
Ringkas merupakan prinsip dasar 5R yang pertama. Prinsip kerja ini merupakan prinsip kerja pemilahan barang. Sering kali kita jumpai suatu lingkungan kerja dengan kondisi barang yang tidak tertata rapi dan terkesan semrawut. Dalam fase pertama ini, kita harus memilah antara barang yang masih digunakan, dan yang tidak. Antara barang yang reject dan yang siap pakai. Barang-barang tersebut harus dipilah sesuai dengan tempatnya masing-masing agar suasana kerja menjadi lebih ringkas. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam me-Ringkas adalah sebagai berikut:

  1. Frekuensi penggunaan barang (jarang, sering, selalu)
  2. Fungsi kerja barang (rusak, perlu perbaikan, bagus)

Dengan melakukan fase yang pertama ini, kita akan mendapatkan keuntungan antara lain:

  1. Area kerja menjadi lebih luas, dan banyak space yang bisa dimanfaatkan. Apabila kita menggunakan space sewa, kita dapat mengurangi biaya sewa tersebut
  2. Mencegah dis-fungsional dari barang yang ada. Yang seharusnya sudah rusak, dapat diketahui, dan tidak akan digunakan atau dikirim
  3. Mengurangi jumlah penggunaan media penyimpanan dan material handling tools. Misalnya barang yang tadinya letaknya berjauhan, karena sudah diringkas menjadi lebih dekat dan mengurangi jarak tempuh. Hal ini akan menghemat biaya transport. Demikian juga dengan penggunakan media storage seperti pallet. Pallet akan lebih efisien digunakan setelah prinsip kerja Ringkas dilakukan.

Rapi
Rapi merupakan fase kedua dalam prinsip kerja 5R. Fase ini merupakan kelanjutan dari fase yang pertama. Setelah barang-barang diringkas, selanjutnya barang tersebut dirapikan sesuai dengan tempat penyimpanan dan juga standar penyimpanannya. Proses me-Rapi-kan ini dapat dikerjakan sesuai dengan metode penyimpanan yang dilakukan. Misal barang disimpan berdasarkan jenis materialnya, maka barang-barang tersebut juga harus dirapikan sesuai dengan jenis materialnya. Yang akan diperoleh jika prinsip yang kedua ini berjalan adalah:

  1. Mempermudah pencarian barang karena barang-barang sudah terletak pada tempatnya
  2. Mempermudah stock counting karena barang-barang sudah dirapikan sesuai dengan standar penyimpanan
  3. Kondisi kerja akan terlihat jauh lebih rapi dan sedap dipandang mata

Resik
Resik adalah R yang ketiga yang juga kelanjutan dari 2R sebelumnya. Sesuai dengan namanya, Resik berarti membersihkan. Baik barang maupun lingkungan. Contoh keadaan yang disebut sebagai Resik antara lain:

  1. Tidak ada jaring laba-laba di ruangan kerja
  2. Tidak ada coretan tidak perlu di pintu, hand pallet, atau rack
  3. Forklift tidak berada dalam kondisi kotor, terutama akibat oli mesin atau debu

Dengan melakukan R yang ketiga ini, akan diperoleh beberapa keuntungan seperti:

  1. Lingkungan kerja jauh lebih bersih
  2. Meningkatkan mood untuk bekerja karena lingkungan lebih bersih
  3. Kualitas barang akan lebih bagus karena tidak kotor, terutama untuk barang yang sensitif terhadap kotoran seperti gear, seal, dan bracket
  4. Meningkatkan image perusahaan di mata orang lain

Rawat
Rawat adalah prinsip ke-4 dalam 5R. Rawat dimaksudkan agar masing-masing individu dapat menerapkan secara kontinu ketiga prinsip sebelumnya. Dalam fase ini dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan 3R sebelumnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah membuat checklist terhadap pekerjaan yang harus dilakukan, terkait dengan 3R sebelumnya. Pelaksanaan fase Rawat ini akan membuat lingkungan selalu terjaga dalam kondisi 3R secara terus menerus.

Rajin
Prinsip yang terakhir adalah Rajin. Fase ini lebih mengarah kepada membangun kesadaran masing-masing individu untuk secara konsisten menjalankan 4R sebelumnya. Diharapkan secara disiplin, masing-masing individu dapat menjalankan prinsip kerja tersebut meski tidak diawasi oleh atasannya. Beberapa hal yang menunjukkan bahwa seseorang sudah berada di level teratas dalam 5R ini adalah:

  1. Membuang sampah pada tempatnya
  2. Tidak meludah disembarang tempat
  3. Memungut sampah yang berceceran
  4. Melaksanakan piket kebersihan tanpa dikomando
  5. Merapikan barang tanpa harus ada perintah dari atasan

Secara umum, 5R akan memberikan dampak besar pada perusahaan seperti:

  1. Peningkatan image perusahaan
  2. Peningkatan sense of belonging karyawan
  3. Efisiensi
  4. Mengurangi waste

Bagaimanakah agar 5R dapat berjalan?

Pertanyaan mendasar yang selalu diajukan adalah seperti itu. Secara teori sangat mudah menjalankan 5R, namun 5R ini adalah masalah budaya. Mengubah budaya kerja tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Butuh komitmen, ketelatenan, dan semangat.

  1. Segalanya harus dimulai dari atas. Untuk mendukung pelaksanaan 5R, pihak owner dan top management harus giat untuk menggalakkan budaya ini. Tanpa dukungan dari yang diatas, hal ini akan sulit dilakukan
  2. Melakukan kampanye 5R dengan memasang slogan dan poster terkait 5R
  3. Breakdown tiap bagian / tim dalam perusahaan untuk membuat pola kerja terkait 5R
  4. Memantau pelaksanaan program kerja masing-masing bagian yang telah dibuat
  5. Jika perlu, adakan kompetisi 5R antar bagian dalam perusahaan dengan sedikit rangsangan berupa bonus atau hadiah


Sesuai dengan prinsipnya, 5R merupakan budaya kerja. Alangkah jauh lebih baik jika suatu budaya itu muncul dari dalam diri masing-masing individu, tanpa ada paksaan atau iming-iming hadiah.

Selasa, 02 November 2010

Etos Kerja

sumber : http://de-kill.blogspot.com/2009/01/etos-kerja.html

Etos sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat dan kebiasaan. Menurut Jansen Sinamo, maka etos merupakan kunci dan fondasi keberhasilan suatu masyarakat atau bangsa diterima secara aklamasi. Selain itu, etos merupakan syarat utama bagi semua upaya peningkatan kualitas tenaga kerja atau SDM, baik pada level individual, organisasional, maupun sosial. Selain itu, metode pembangunan integritas bangsa harus dilakukan secara fokus dan serius, membawa misi perbaikan dalam proses berkesinambungan, serta keterlibatan total dari seluruh elemen masyarakat Indonesia.

Kerja sebagai kehormatan, dan karenanya kita wajib menjaga kehormatan itu dengan menampilkan kinerja yang unggul (excellent performance). Kehormatan itu berakar pada kualitas dan keunggulan. Misalnya, Singapura, meskipun negeri kecil dari segi ukuran, tetapi tinggi dari segi mutu birokrasi, nyaris bebas KKN, dan unggul di bidang SDM dan pelayanan sehingga memperoleh status terhormat dalam percaturan bangsa-bangsa.

Yang utama adalah keunggulan budi dan keunggulan karakter yang menghasilkan kerja dan kinerja yang unggul pula. Tentunya, keunggulan tersebut berasal dari buah ketekunan seorang manusia Mahakarya. Kemampuan menghayati pekerjaan menjadi sangat penting sebagai upaya menciptakan keunggulan. Intinya, bahwa saat kita melakukan suatu pekerjaan maka hakikatnya kita sedang melakukan suatu proses pelayanan. Menghayati pekerjaan sebagai pelayanan memerlukan kemampuan transendensi yang bersifat melampaui ruang gerak manusia yang kecil.

PENGEMBANGAN ETOS KERJA
Saat kita berbicara mengenai sebuah lembaga pendidikan maka di dalamnya harus terdapat kurikulum yang paradigmatik, guru yang amanah dan memiliki kompetensi di bidangnya, proses belajar mengajar, lingkungan dan budaya kampus. Selain itu, terdapat ruang interaksi dan sinergi dengan keluarga dan masyarakat. Adanya interaksi dan sinergi ini diharapkan dapat menciptakan manusia Indonesia yang dirindukan pada abad mendatang, yaitu manusia yang memiliki kualitas SDM-nya serta mentalitasnya.

Jika dimensi ini benar-benar tercipta sudah barang tentu ia sudah siap menghadapi bahkan siap sebagai pelaku di era teknologi itu karena salah satu agenda penting bagi bangsa kita di abad 21 adalah mengusahakan agar kualitas tenaga kerja kita menjadi tenaga kerja bersaing dengan kemapanannya. Sumber daya manusia bangsa ini perlu dikembangkan hingga mencapai kualitas yang setara dengan bangsa-bangsa yang telah maju terlebih dahulu dibandingkan Indonesia. Hal ini semakin penting, karena selain masalah ekonomi yang menjadi penyakit akut di Indonesia, sesungguhnya kualitas SDM menjadi titik kritis sentral dalam proses tata kemajuan peradaban suatu bangsa secara luas baik dilihat secara politik, teknologi, kultural, maupun manajerial.

Studi-studi sosiologi dan manajemen dalam beberapa dekade belakangan bermuara pada satu kesimpulan yang mengaitkan antara etos kerja manusia (ataukomunitas) dengan keberhasilannya: bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh sikap, perilaku dan nilai-nilai yang diadopsi individu-individu manusia di dalam komunitas atau konteks sosialnya.

Melalui pengamatan terhadap karakteristik masyarakat di bangsa-bangsa yang mereka pandang unggul, para peneliti menyusun daftar tentang ciri-ciri etos kerja yang penting. Misalnya etos kerja Bushido dinilai sebagai faktor penting dibalik kesuksesan ekonomi Jepang di kancah dunia. etos kerja Bushido ini mencuatkan tujuh prinsip, yakni:

1. Gi - keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran; jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang terhormat:
2. Yu - berani dan bersikap kesatria:
3. Jin - murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama:
4. Re - bersikap santun, bertindak benar:
5. Makoto - bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan sesungguh-sungguhnya dan tanpa pamrih:
6. Melyo - menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan, serta
7. Chugo - mengabdi dan loyal.

Begitu pula keunggulan bangsa Jerman, menurut para sosiolog, terkait erat dengan etos
kerja Protestan, yang mengedepankan enam prinsip, yakni:
1. bertindak rasional,
2. berdisiplin tinggi,
3. bekerja keras,
4. berorientasi pada kekayaan material,
5. menabung dan berinvestasi, serta
6. hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan.

Pertanyaannya kemudian adalah seperti apa etos kerja bangsa Indonesia ini. Apakah etos kerja kita menjadi penyebab dari rapuh dan rendahnya kinerja sistem sosial, ekonomik dan kultural, yang lantas berimplikasi pada kualitas kehidupan? Ataukah etos kerja yang kita miliki sekarang ini merupakan bagian dari politik republik tercinta?

Untuk itu, agar perkembangan etos kerja bangsa Indonesia dapat berkembang, maka tidak ada salahnya bisa meniru ataupun mengikuti prinsip-prinsip yang terapkan oleh etos kerja Bushido dan etos kerja protestan.

Selasa, 12 Oktober 2010

Etos suku batak

sumber : http://www.facebook.com/topic.php?uid=87860003317&topic=12076
Surya ETOS HABATAHON


Meminjam istilah Guru Etos Indonesia Jansen Sinamo menyebutkan, Etos Habatahon berasal dari unsur Unok ni partondian, Parhatian Sibola Timbang, Parninggala Sibola Tali, Pamoru Somarumbang, Parmahan So Marbatahi.


Etos Habatahon di berbagai Puak / Sub Etnis Batak

1. Etos Habatahon dalam Batak Toba bisa dilihat dari motto 'Anakhonhi Do Hamoraon di Ahu'. Etos yang mendorong Toba identik sebagai pekerja keras. Ditambah dengan budaya 3H : Hamoraan, Hagabeon, Hasangapon. Demi kekayaan, status sosial mereka dipacu menjadi sedikit ambisius dari sub-etnis lainnya.

2. Etos kerja Simalungun terlihat dari nilai-nilai sehari-hari semboyan "Habonaron Do Bona". Yang berarti segala tindakan dilandasi dengan kebenaran. Filosofi tersebut mendorong orang Simalungun bertindak benar berlandaskan azas yang benar pula. Hal itu terpancar dari sifat penuh kehatihatian dalam pekerjaan.

3. Filosofi kerja Pakpak; "Ulang Telpus Bulung". Bisa diartikan daun jangan sampai terkoyak atau bocor. Daun yang dimaksud daun pisang yang dipakai sebagai alas makanan pengganti piring (pinggan pasu). Ulang Telpus Bulung menekankan berani berkorban. Dalam budaya kerja sifat ini perlu ada.

4. Etos kerja orang Mandailing/Angkola terlihat dari sisitim "Marsialap Ari" adalah etos kerja yang selalu didukung dengan team work. Masyarakat Mandailing/Angkola terlihat pekerja telaten, sabar, dan pekerja keras.

5. Filosofi Karo adalah "Sada Gia Manukta Gellah Takuak". Artinya walaupun seseorang hanya memiliki seekor ayam, yang terpenting berkokok. Ayam berkokok simbol membangunkan orang untuk bagun pagi hari. Filosofi ini memotivasi masyarakat Karo gigih bekerja. Sifat ringan hati untuk berusaha.


Etos Habatahon didasari dari semangat kerja, yang diadopsi dari sistim nilai-budaya. Budaya yang berakar pada Dalihan Na Tolu tersebut berproses mejadi sebuah sistim nilai kerja. Etos Habatahon bisa dirasakan lewat alunan gondang. Gondang dengan paduan suaranya akan membawa suara yang indah, tetapi jika hanya dibunyikan satu alat musik saja tentu suaranya sumbang. Artinya ada etos team work. Dipaduan gondang itu, Ia indah takkala ada perpaduan suara gendang yang lain.

Etos Habatahon jika tinjau dari sisi budaya kerja sekuler berarti, mengerti posisi. Ada waktunya menjadi bos (Hulahula), ada saatnya menjadi mitra kerja (Dongansabutuha), ada saatnya menjadi pesuruh, karyawan, karier terbawah (Boru).

Namun, sesungguhnya ketiga sistem tadi tidak bisa berdiri sendiri, harus kait mengkait.
- Hulahula (boss, pemimpin) harus mengayomi, memperhatikan boru (karyawan-nya).
- Dongansabutuha atau rekan kerja, sesama selevel harus saling menghargai, di depan bos.
- Boru (karyawan) harus menghargai pimpinan sebagai pemilik perusahaan. Artinya ada moral kerja tertanam di filosofi Dalihan Na Tolu.

Pakar Manajemen Rhenald Kasali mengatakan, dalam pekerjaan memang perlu ada moral (morale). Sebab, moral kerja itu adalah spirit yang mesti dimiliki setiap orang untuk hidup atau bekerja. Dengan moral kerja yang tinggi seorang percaya diri terhadap masa depan. Bekerja dengan etos kerja yang tinggi berarti pula membantu diri menemukan tujuan hidup. Terpacu karena mengerti posisi.

Karena itu, diperlukan semacam dekonstruksi identitas budaya bagi pemahaman filosofi budaya kerja. Agar pesan moral Dalihan Na Tolu menjadi watak, karakter, sifat budaya. Yang bisa menjelma menjadi etos kerja menunjang karier.

Menghargai kearifan budaya berarti mempunyai perangi etos kerja, sebagai budaya yang melekat pada setiap orang. Dan menumbuhkembangkan kearifan budaya masing-masing. Maka mutu dan produktifitas akan tumbuh.

Etos kerja budaya berarti berfikir menggunakan akal (karsa) dari kearifan budaya. Spirit kerja mendorong seseorang produktif, karena ada karsa menjelma menjadi sistim nilai. Kearifan budaya tersusun atas pikiran sadar dan bawah sadar kemudian menjadi filosofi. Kearifan Budaya mengajarkan kita saling menghargai, mengetahui posisi, porsi, dan kapasitas diri.

Kearifan budaya berkembang karena perkembangan paradigma masyarakat-nya. Jadi, mengapa malu memakai etos budaya dalam bekerja, sebab nilai-nilai budaya tidak kala baik dari semangat kapitalisme Barat. Jadi, filosofi Dalihan Na Tolu jika dihubungkan dengan budaya kerja akan menghasilkan etos (spirit) Habatahon.
Mari kita coba.